Sejarah Tradisi Menghafal Al-Quran di Nusantara

Hafal Quran Sebulan

Sejarah Tradisi Menghafal Al-Quran di Nusantara

14 April 2023 Artikel 0
tradisi menghafal quran

Definisi Tahfizh Al-Qur’an

Tahfizh Al-Qur’an adalah upaya untuk menghafal Al-Qur’an dengan baik dan benar. Proses ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, termasuk melalui bimbingan guru atau lembaga khusus. Meskipun umumnya orang belajar dengan membaca atau melihat, beberapa orang yang memiliki keterbatasan penglihatan mengandalkan pendengaran untuk menghafal Al-Qur’an.

Mereka yang menghafal dengan cara ini biasanya melatih pendengaran mereka dengan mendengarkan bacaan Al-Qur’an dari para qari atau di zaman modern ini bisa menggunakan bantuan rekaman bacaan Al-Qur’an. Dengan tekun dan konsisten, mereka dapat menghafal ayat-ayat Al-Qur’an dengan baik dan benar, meskipun tidak melihat huruf atau teks secara langsung.

Standar Metode di Karantina Tahfizh

Bagi sebagian orang, menghafal Al-Qur’an dengan cara pendengaran justru lebih mudah karena mereka dapat lebih fokus pada intonasi, tajwid, dan makna dari ayat-ayat tersebut. Selain itu, metode menghafal Al-Qur’an dengan cara pendengaran juga membantu meningkatkan konsentrasi dan kemampuan memori. Adapun di karantina tahfizh Al-Quran, semua peserta distandarkan metodenya sehingga sesuai dengan pembekalan Metode Yadain Litahfizhil Quran yang merupakan standar metode yang di tetapkan untuk akselerasi mencapai target ziyadah dan muraja’ah tertentu sesuai pilihan program.

Namun demikian, terlepas dari metode yang dipilih, tujuan utama dari tahfizh Qur’an adalah untuk mengenal, memahami, dan mengamalkan isi Al-Qur’an secara utuh dan benar. Hal ini harus dilakukan dengan penuh kesungguhan dan ketekunan agar kita dapat menjadi hamba yang lebih baik lagi dan lebih dekat dengan Allah SWT.

Sejarah Tradisi Menghafal Al-Quran di Nusantara

Upaya untuk menghafal Al-Qur’an dilakukan dengan berbagai kegiatan seperti setoran, muraja’ah, mudarasah, sima’an, tikraran, talaqqi, musyafahah, bin-nazar, dan bil-gaib. Mereka juga biasanya berusaha untuk khatam Al-Qur’an setiap minggunya. Jadi, bagi mereka yang sudah hafal dengan baik, membaca satu juz dalam waktu 15-20 menit bukanlah hal yang mustahil.

Apabila kita menyimak sejarah tradisi menghafal Al-Quran di Nusantara ternyata bahwa tradisi tahfizh qur’an dikembangkan oleh beberapa pihak, seperti guru (muhaffiz), murid, dan lembaga tahfizh Al-Qur’an. Muhaffiz membimbing santrinya dalam proses menghafal Al-Qur’an, sedangkan lembaga tahfizh menyusun kurikulum dan metode yang membantu santri fokus dalam menghafal Al-Qur’an.

Pembelajaran kitab suci Al-Qur’an sudah berlangsung sejak abad ke-12 saat Islam pertama kali datang ke Indonesia. Pada abad ke-15, Syekh Ahmad Rahmatillah atau Sunan Ampel mendirikan sebuah pesantren di Ampel, Surabaya, yang menjadi pusat pendidikan di Jawa. Pesantren tersebut menjadi cikal bakal berdirinya pesantren di Indonesia. Kemudian, pada abad ke-16 muncul beberapa pesantren besar yang mengajarkan ilmu agama, termasuk Al-Qur’an dan tafsirnya. Pengkajian Al-Qur’an dan tafsir pada masa itu mungkin menjadi awal mula munculnya tradisi menghafal Al-Qur’an. Kemudian, KH. M. Munawwir Krapyak membawa tradisi menghafal Al-Qur’an ke Indonesia dan mendirikan Pesantren Krapyak di Yogyakarta pada era 1900-an.

Tradisi menghafal Al-Quran di Nusantara tidak hanya sebuah warisan budaya, tetapi juga penting untuk pendidikan dan dakwah Islam di Indonesia. Kegiatan ini dipromosikan melalui sima’an Al-Qur’an, di mana para penghafal qur’an membacakan ayat-ayat Al-Qur’an secara bergantian di depan audiens hingga khatam, lalu diakhiri dengan doa khotmil qur’an.

Tahfizh qur’an juga menjadi bagian dari Musabaqah Hifdzil Qur’an (MHQ) yang digelar oleh Kementerian Agama RI sejak awal 1980-an dan kini menjadi sebuah kompetisi yang diminati banyak orang. Salah satu tujuan dari tahfizh qur’an adalah untuk menjaga kemurnian Al-Qur’an, meskipun sudah ada teknologi yang dapat mengidentifikasi naskah yang keliru tetapi tetap saja penghafal Al-Quran akan selalu dibutuhkan.

Sosok Ulama Al-Quran Rujukan Para Asatidz

DR. KH. Ahsin Sakho Muhammad, MA., Al-Hafizh merupakan salah satu dari alumni Pesantren Krapyak. Beliau merupakan pakar Ilmu-ilmu Al-Quran yang langka. Dr. KH. Ahsin Sakho Muhammad adalah seorang ahli tafsir, pakar ilmu qiraat, dan penghafal Al-Quran. Ia mengasuh Pondok Pesantren Dar Al-Quran dan Dewan Penasehat Pondok Pesantren Dar Al Tauhid di Kabupaten Cirebon. Beliau juga merupakan anggota Dewan Pakar Al-Quran Pusat Studi Al-Quran dan Lajnah Pentashih Al-Quran Departemen Agama. Dr. Ahsin Sakho memiliki latar belakang pendidikan tinggi di Makkah dan Madinah, dan aktif sebagai dosen di Perguruan Tinggi Ilmu Al-Quran dan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta. Beliau telah menerbitkan beberapa buku tentang ilmu-ilmu Al-Quran. Saat ini beliau juga merupakan pengawas dan penasihat di Pondok Pesantren Karantina Tahfizh Al-Quran Nasional.

Tradisi tahfizh qur’an merupakan warisan yang berharga yang harus dijaga. Bukan hanya sebagai tradisi budaya, tetapi juga sebagai aspek penting dari pendidikan dan da’wah Islam di Indonesia. Beruntung kami di Pondok Pesantren Karantina Tahfizh Al-Quran Nasional terdapat sosok ulama Al-Quran yang merupakan rujukan para Asatidz Al-Quran dengan adanya DR. KH. Ahsin Sakho Muhammad, MA., Al-Hafizh.

Penutup

Sebagai penutup, bahwa tahfizh qur’an memiliki tujuan mulia, seperti menjaga kemurnian Al-Qur’an. Oleh karena itu, kita harus menghargai dan terus mempromosikan tradisi tahfizh qur’an untuk generasi mendatang. Semoga tradisi ini terus hidup dan berkembang di masa depan dengan melalui jalur sanad yang tersambung pada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, Insyaa Allah.

Yadi Iryadi, S.Pd.
Founder Metode Yadain Litahfizhil Quran
Pembina II Yayasan Karantina Tahfizh Al-Quran Nasional

Informasi dan Pendaftaran
www.hafalquransebulan.com/daftar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

x  Powerful Protection for WordPress, from Shield Security
This Site Is Protected By
Shield Security