Presuposisi NLP Pada Pembelajaran Karantina Tahfizh Al-Quran

Hafal Quran Sebulan

Presuposisi NLP Pada Pembelajaran Karantina Tahfizh Al-Quran

21 April 2024 Artikel 0

Di Pondok Pesantren Karantina Tahfizh Al-Quran Nasional, setiap hari adalah kesempatan untuk meraih kedekatan dengan pencipta melalui penghafalan Al-Quran. Disini, penghafal Al-Quran, diberi kesempatan untuk menyelami dan mempraktikkan ajaran-ajaran Al-Quran dalam suasana yang kondusif dan penuh dukungan dari sesama peserta.

Menghafal Al-Quran merupakan salah satu aktivitas rohani yang paling bermakna dan mendalam bagi umat Islam di seluruh dunia. Namun, seringkali proses ini dirasa menantang. Apakah Anda sedang mencari metode efektif untuk mempercepat proses hafalan Anda? Neuro-Linguistic Programming (NLP) menawarkan beberapa presuposisi yang bisa membantu Anda tidak hanya menghafal lebih cepat tapi juga memahami makna yang lebih dalam dari apa yang Anda hafalkan.

Kenali Lima Presuposisi NLP yang dapat Diterapkan Pada Pembelajaran Tahfizh Al-Quran

1. Peta Bukan Wilayah

Presuposisi ini mengajarkan kita bahwa persepsi seseorang tentang dunia adalah interpretasi subjektif yang tidak selalu mencerminkan realitas sejati. Dalam menghafal Al-Quran, memahami bahwa setiap orang mungkin memiliki cara pandang yang berbeda terhadap teks suci dapat membuka pintu metode hafalan yang lebih adaptif dan pribadi yang sesuai dengan cara berpikir Anda.

Berikut adalah 10 contoh sistem keyakinan (beliefs) yang bisa menghalangi proses menghafal Al-Quran, terinspirasi dari presuposisi NLP “Peta Bukan Wilayah” yang mengemukakan bahwa persepsi seseorang terhadap dunia adalah interpretasi subjektif yang tidak selalu mencerminkan realitas sejati:

  1. Keyakinan bahwa ada hanya satu cara “benar” untuk menghafal Al-Quran—percaya bahwa metode yang berhasil bagi orang lain harusnya juga berhasil bagi diri sendiri, tanpa mempertimbangkan perbedaan individual dalam belajar hal ini tentu memerlukan standarisasi kemampuan awal, proses, dan hasil yang berbeda sesuai diagnosis keunikan individu.
  2. Merasa bahwa kesulitan dalam menghafal menunjukkan kurangnya iman atau kemampuan—keyakinan ini dapat mengurangi motivasi dan rasa percaya diri seseorang dalam proses hafalan. Justru sebaliknya berkeyakinan bahwa proses menghafalkan Al-Quran merupakan kebaikan yang akan menghapus keburukan di masa lalu sehingga terus termotivasi untuk menghafal Al-Quran. Inilah keyakinan yang lebih memberdayakan.
  3. Percaya bahwa menghafal harus selalu dilakukan dalam keadaan formal dan serius—hal ini mungkin menghalangi seseorang untuk mencoba metode yang lebih santai atau kreatif yang bisa lebih efektif. Kenyataannya bahwa menghafal Al-Quran dengan fun learning lebih cepat dan efektif membawa hafalan Al-Quran yang produktif tanpa tekanan batin.
  4. Takut membuat kesalahan saat menghafal dan dianggap tidak kompeten—ketakutan ini bisa menghalangi proses belajar yang sehat, di mana membuat kesalahan adalah bagian dari belajar. Kenyataannya setiap orang yang mahir dimulai dari pembelajaran, dimulai dari memperbaiki kesalahan bacaan, memperbaiki kesalahan hafalan. Sehingga jika salah 10 kali dalam satu halaman itu hal biasa, yang apabila dibaca kembali maka kesalahan tersebut bisa berkurang menjadi salah 7, salah 3, salah 2, salah 1 dan kemudian lancar tanpa kesalahan. Ini adalah proses.
  5. Merasa bahwa proses menghafal harus cepat dan segera memberikan hasil—ekspektasi ini bisa menciptakan tekanan yang tidak perlu dan menghalangi proses belajar jangka panjang yang efektif. Kenyataanya kemudahan menghafal Al-Quran justru tidak terjadi pada pekan pertama maupun pada pemula, melainkan biasanya terjadi setelah 3 juz berhasil dihafalkan dengan baik. Maka berproseslah pada 3 juz ini terlebih dahulu.
  6. Memandang hafalan sebagai tugas atau beban—jika hafalan dilihat sebagai kewajiban berat, ini bisa mengurangi kegembiraan dan keterlibatan emosional dalam proses belajar. Menghafal Al-Quran justru akan memudahkan kehidupan di dunia dan di akhirat. Sudah banyak contohnya, orang yang menghafal Al-Quran dengan baik hidupnya berkah dan di alam kuburnya banyak keajaiban, misalnya jenazah utuh dan sebagainya.
  7. Percaya bahwa hanya orang-orang tertentu yang bisa menghafal Al-Quran dengan sukses—keyakinan ini membatasi banyak orang yang mungkin merasa tidak cukup “terpilih” untuk mencapai sukses dalam hafalan. Kenyataannya orang yang terpilih itu adalah orang yang memiliki kemauan untuk belajar.
  8. Beranggapan bahwa hanya anak-anak atau orang muda yang bisa menghafal Al-Quran—keyakinan ini mengecualikan orang dewasa dan mereka yang lebih tua dari merasa mampu menghafal. Padahal dulu sahabat nabi ada banyak di kalangan tua yang menghafal Al-Quran. Bahkan di zaman ini pun banyak orang dewasa, orang tua yang khatam 30 juz ziyadah kemudian konsisten muraja’ah.
  9. Keyakinan bahwa butuh latar belakang pendidikan agama yang kuat untuk mulai menghafal Al-Quran—ini bisa menghalangi orang yang baru belajar tentang Islam untuk mencoba menghafal. Setiap orang yang mau belajar Al-Quran pasti akan mendapatkan progres yang signifikan.
  10. Merasa bahwa lingkungan sekitar harus sempurna untuk memulai hafalan—percaya bahwa kondisi belajar harus ideal (misalnya tenang, tanpa gangguan) bisa mencegah seseorang dari memulai atau melanjutkan hafalan di kondisi yang kurang ideal. Lingkungan sesepi apapun tidak jaminan ideal untuk menghafal Al-Quran, sebaliknya seramai apapun asalkan hatinya ada niat yang ditindaklanjuti secara konsisten menghafal Al-Quran, pastilah ada bekasnya, ada progresnya.

Mengidentifikasi dan menantang keyakinan-keyakinan ini bisa sangat membantu dalam membebaskan diri dari batasan mental yang mungkin menghambat proses menghafal Al-Quran. Menyesuaikan sikap dan pendekatan terhadap hafalan dengan melihatnya sebagai sebuah perjalanan pribadi dan unik dapat membuka banyak jalan baru untuk sukses.

2. Tidak Ada Kegagalan, Hanya Ada Umpan Balik

Salah satu tantangan terbesar dalam menghafal adalah rasa takut gagal. NLP mengubah paradigma ini dengan menganggap setiap kesalahan sebagai kesempatan untuk belajar. Setiap kali Anda lupa atau salah dalam mengucapkan ayat, itu bukan kegagalan, melainkan umpan balik yang berharga untuk memperbaiki dan mempertajam hafalan Anda.

Berikut ini 10 contoh sistem keyakinan yang bisa menghalangi proses menghafal Al-Quran, berdasarkan pemahaman NLP tentang “Tidak Ada Kegagalan, Hanya Ada Umpan Balik”:

  1. Ketakutan akan penilaian negatif dari orang lain—Merasa takut akan dihakimi jika salah saat mengucapkan ayat bisa mencegah seseorang dari mencoba atau berlatih di depan orang lain. Justru Allah SWT dan Rasul-Nya memberikan penghargaan bagi orang yang mau belajar Al-Quran.
  2. Percaya bahwa kesalahan adalah tanda ketidakmampuan—Menganggap kesalahan sebagai kegagalan pribadi, bukan sebagai langkah normal dalam proses pembelajaran. Semua pembelajaran diawali dari ketidakmampuan sebelum akhirnya bisa dan mahir.
  3. Kurangnya kesabaran dalam proses belajar—Merasa frustasi dengan kesalahan yang terjadi dan ingin segalanya sempurna sejak awal, yang bisa mengurangi ketahanan dalam belajar jangka panjang. Tidaklah mungkin tidak ada perubahan, pasti ada progres perbaikan selama masih mau sabar berproses belajar.
  4. Menghindari mengulangi ayat yang sulit—Menghindari menghafal ayat-ayat yang dianggap sulit atau yang sering salah diucapkan, yang sebenarnya bisa menjadi kunci untuk memperdalam pemahaman dan memperkuat hafalan. Justru ayat inilah yang harus lebih banyak diulang dan akan meningkatkan kemahiran hafalan.
  5. Membandingkan kemajuan diri dengan orang lain—Merasa tidak cukup baik ketika membandingkan kecepatan atau kemudahan hafalan diri sendiri dengan orang lain, yang bisa mengurangi motivasi. Semua orang memulai belajar Al-Quran tidak dengan start yang sama sehingga tidak perlu membandingkan, toh latar belakang yang berbeda. Meskipun satu kelas tetapi dari keluarga yang berbeda. Bahkan adik kakak dalam satu rumah pun berbeda-beda sehingga tidak untuk dibandingkan.
  6. Ketakutan untuk mencoba metode hafalan baru—Rasa takut gagal dalam menggunakan teknik baru bisa mencegah seseorang dari menemukan metode yang lebih efektif. Ikutilah arahan nasihat dari guru yang sudah pernah menjalani dan berhasil dalam prosesnya. Ikuti saja, pahami dan jangan protes!
  7. Rasa malu saat harus meminta bantuan—Merasa bahwa harus bisa menghafal sendiri tanpa bantuan, yang bisa menghalangi akses ke sumber daya dan dukungan yang berharga. Selama karantina tahfizh berlangsung, muhaffizh siap dengan senang hati untuk dimintai bantuan terkait pembelajaran tahsin tahfizh Al-Quran.
  8. Berhenti mencoba setelah mengalami kesulitan—Menyerah setelah beberapa kali kesalahan atau mengalami rintangan, menganggapnya sebagai konfirmasi bahwa diri tidak mampu.
  9. Menganggap proses hafalan adalah statis, bukan dinamis—Tidak menyadari bahwa hafalan adalah proses yang berkelanjutan dan dinamis, dan kesalahan adalah bagian dari proses tersebut. Moto kami, yaitu menghafal Al-Quran sebulan kemudian muraja’ah seumur hidup. Lancarnya kapan? Itu dinamis seiring muraja’ah konsisten berjalan.
  10. Merasa bahwa waktu yang dihabiskan untuk mengulangi adalah pemborosan—Percaya bahwa harus selalu mempelajari ayat-ayat baru daripada mengulangi yang lama untuk mengkonsolidasi hafalan, mengabaikan pentingnya penguatan memori melalui repetisi. Ziyadah dan Muraja’ah merupakan aktivitas para penghafal Al-Quran yang bernilai pahala dari setiap huruf yang dibaca. Pahala 1 huruf 10 pahala kebaikan, satu ayat yang dibaca akan menaikkan derajat surga, setiap ayat yang dibaca di masjid senilai unta merah. Sehingga jika membaca 2 ayat yang dibaca di masjid maka pulang ke rumah setara membawa 10 unta merah yang sangat berharga, dan masih banyak hadits motivasi lainnya berkaitan dengan Al-Quran.

Mengubah keyakinan-keyakinan ini dan memeluk gagasan bahwa tidak ada kegagalan, hanya umpan balik, dapat membuka pintu untuk pendekatan yang lebih produktif dan kurang menekankan dalam menghafal Al-Quran. Ini akan membantu membangun pendekatan yang lebih resilien dan adaptif dalam proses pembelajaran.

3. Jika Seseorang Bisa, Saya Juga Bisa

Presuposisi ini sangat menginspirasi dan memotivasi. Melihat keberhasilan orang lain dalam menghafal Al-Quran seharusnya menjadi motivasi bahwa Anda juga memiliki kemampuan serupa. Keyakinan ini membuahkan upaya yang lebih fokus dan metode belajar yang terstruktur untuk mencapai tujuan yang sama.

Menghafal Al-Quran dapat menjadi sebuah tantangan yang memerlukan motivasi dan keyakinan diri. Presuposisi NLP, “Jika Seseorang Bisa, Saya Juga Bisa”, memberikan dorongan positif. Namun, ada beberapa sistem keyakinan yang bertentangan dengan gagasan ini, yang bisa menghambat proses hafalan. Berikut adalah 10 contoh keyakinan yang bisa menghalangi upaya Anda dalam menghafal Al-Quran:

  1. Merasa diri tidak memiliki kemampuan alami yang dimiliki orang lain—Menganggap bahwa orang lain bisa menghafal dengan mudah karena bakat alami, bukan karena usaha atau metode yang mereka terapkan. Bukankah setiap orang diberikan karunia kemampuan asalkan ada kemauan? Adapun hasilnya tertentu tidak harus disamakan dengan orang lain.
  2. Percaya bahwa kecerdasan atau memori Anda lebih rendah—Keyakinan bahwa memiliki kapasitas ingatan yang lebih buruk dibandingkan orang lain. Ingatan bisa dilatih dan orang lain pun bisa seperti itu karena sudah lebih dulu berlatih, bukankah demikian?
  3. Menganggap usia sebagai penghalang—Percaya bahwa menghafal Al-Quran hanya efektif pada usia muda dan tidak mungkin dilakukan di usia yang lebih tua. Semua usia bisa asalkan ada kemauan belajar dan mau memulai secara konsisten.
  4. Mengaitkan kesuksesan hanya dengan faktor eksternal—Menganggap bahwa keberhasilan orang lain dalam menghafal adalah karena faktor-faktor eksternal seperti pendidikan, lingkungan, atau sumber daya, bukan karena usaha mereka. Ada banyak faktor, dan siapa pun berkesempatan dengan cara membentuk lingkungan yang kondusif seperti mengikuti komunitas pembelajaran Al-Quran.
  5. Meragukan komitmen pribadi—Merasa bahwa Anda tidak memiliki disiplin atau dedikasi yang cukup untuk menghafal seperti orang lain. Kuatkan apa yang sudah menjadi niat awal dan selalu perbaharui niat.
  6. Keyakinan bahwa memerlukan banyak waktu luang untuk menghafal—Merasa bahwa hanya orang yang memiliki banyak waktu luang yang bisa menghafal Al-Quran dengan baik. Sediakan waktu 30 menit per hari, 60 menit per hari atau lebih tergantung keuangan masing-masing, misalnya 30 menit dikali 5 waktu.
  7. Merasa bahwa butuh kondisi belajar yang sempurna—Keyakinan bahwa kondisi yang sempurna dan tanpa gangguan adalah syarat mutlak untuk hafalan, yang jarang terjadi dalam kehidupan nyata. Waktu terbaik adalah saat masih hidup di dunia, bukankah ini kesempatan terbaik?
  8. Ketakutan akan pengorbanan yang harus dibuat—Merasa bahwa pengorbanan yang dibutuhkan untuk menghafal Al-Quran terlalu besar, seperti mengurangi waktu untuk kegiatan sosial atau hobi. Untuk meraih surga tentu ada yang perlu dikorbankan dan tentu saja balasan akhirat lebih baik.
  9. Merasa terintimidasi oleh jumlah ayat—Merasa kewalahan oleh jumlah ayat yang harus dihafal dan menganggapnya sebagai tugas yang tak tercapai. Lakukan secara bertahap misalnya setiap hari 5 ayat, atau setiap hari 5 baris, atau setiap hari 1 halaman, setiap hari 5 halaman, setiap hari tilawah 1 juz atau lebih disesuaikan dengan kesempatan yang siap untuk diluangkan.
  10. Merasa bahwa membutuhkan dukungan orang lain untuk berhasil—Merasa tidak mungkin berhasil tanpa bantuan dan dukungan terus-menerus dari orang lain, yang mungkin tidak selalu tersedia. Carilah guru, partner, dan murid untuk membentuk lingkungan yang kondusif.

Mengatasi keyakinan-keyakinan ini dan mengadopsi sikap yang lebih positif dan proaktif, seperti yang disarankan oleh presuposisi “Jika Seseorang Bisa, Saya Juga Bisa”, akan sangat membantu dalam mempercepat dan memperdalam proses hafalan Al-Quran. Memahami bahwa kesuksesan dalam hafalan lebih bergantung pada usaha dan metode yang tepat daripada faktor-faktor lain bisa meningkatkan motivasi dan kepercayaan diri dalam belajar.

4. Manusia Memiliki Semua Sumber Daya yang Mereka Butuhkan

Anda sudah memiliki segala yang diperlukan untuk menghafal Al-Quran. Entah itu kecerdasan, daya ingat, atau kemampuan spiritual, Anda dilengkapi untuk berhasil. Presuposisi ini mendorong Anda untuk menggali potensi diri dan menggunakan semua sumber daya tersebut secara optimal.

Menggabungkan keyakinan pada pertolongan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dengan pendekatan positif akan meningkatkan spiritualitas dan efektivitas dalam menghafal Al-Quran.

Berikut adalah versi yang diperbarui dari kalimat positif yang melibatkan keyakinan tersebut:

  1. Mempercayai Kapasitas Intelektual dan Spiritual Diri dengan Berdoa
    “Saya memiliki kecerdasan dan kemampuan memori yang dapat berkembang, serta potensi spiritual yang mendalam, yang saya optimalkan dengan berdoa memohon pertolongan dan keberkahan dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala untuk meningkatkan kepercayaan diri dan motivasi dalam menghafal Al-Quran.”
  2. Kemandirian dalam Belajar dengan Mengandalkan Allah

“Saya mampu belajar dan menghafal Al-Quran secara mandiri, sambil senantiasa mengandalkan pertolongan Allah dalam setiap langkah, dan menghargai bimbingan yang diberikan oleh guru serta dukungan yang diberikan oleh komunitas sebagai bentuk rahmat-Nya.”

  1. Menilai Ulang Lingkungan dan Sumber Daya dengan Bersyukur

“Saya mengenali dan memanfaatkan lingkungan yang mendukung serta sumber daya yang ada dengan bersyukur kepada Allah, mengatur waktu dan tempat yang kondusif, untuk memaksimalkan efektivitas proses hafalan dengan mengharapkan keberkahan dari-Nya.”

  1. Belajar Tanpa Batas Usia dengan Mengakui Kehendak Allah

“Belajar adalah proses seumur hidup, dan saya percaya bahwa setiap usia memberikan kesempatan unik untuk menghafal Al-Quran, dengan setiap fase kehidupan menawarkan perspektif baru dan pemahaman yang lebih dalam sesuai dengan kehendak Allah.”

  1. Melihat Pengalaman Negatif sebagai Peluang Belajar yang Diberikan Allah

“Saya memandang kesalahan masa lalu sebagai pelajaran berharga yang diberikan oleh Allah, yang memperkuat komitmen saya untuk terus belajar dan berkembang. Saya menghargai pentingnya repetisi dan pelatihan sebagai bagian esensial dari proses pembelajaran yang efektif, dengan memohon kepada Allah untuk keberhasilan dan pemahaman yang lebih dalam.”

Melalui kalimat-kalimat beliefs system yang mengakui dan mengandalkan pertolongan Allah, Anda tidak hanya akan mendapatkan kekuatan dalam proses hafalan Al-Quran, tetapi juga kedalaman spiritual yang lebih besar dalam setiap langkah Anda.

5. Fleksibilitas Adalah Kunci Kesuksesan

Orang yang paling fleksibel dalam beradaptasi dan menerima perubahan adalah yang paling berhasil. Dalam konteks menghafal Al-Quran, ini berarti bersedia mencoba berbagai teknik hafalan dan menyesuaikan metode belajar untuk menemukan apa yang paling efektif bagi Anda secara pribadi.

Fleksibilitas untuk mengikuti seluruh bimbingan standarisasi bacaan Al-Quran sesuai kaidah tajwid; kedisiplinan mengikuti SOP Karantina Tahfizh Al-Quran; menjaga kesehatan fisik, mindset, dan rohani; serta mempraktikkan Metode Yadain Litahfizhil Quran dengan perangkat Al-Quran Yadain. Ini memerlukan kemampuan penyesuaian diri dan adaptasi. Apabila ada kendala dalam proses penyesuaian maka hendaknya jangan diam saja melainkan mintalah pertolongan muhaffizh/ah.

Manfaat Mengintegrasikan dalam Hafalan Al-Quran

Dengan menerapkan presuposisi NLP, kita tidak hanya meningkatkan efisiensi dalam menghafal tetapi juga kualitas motivasi belajar Al-Quran. Ini mengarah pada pengalaman spiritual yang lebih kaya dan lebih penuh makna. Selain itu, kita akan menemukan bahwa proses hafalan dapat mengurangi ketegangan dan bahkan lebih menyenangkan.

Memanfaatkan teknik-teknik ini akan membantu kita mengatasi hambatan psikologis yang mungkin telah menghambat proses hafalan sebelumnya, memberikan kita kepercayaan diri dan kejelasan yang diperlukan untuk melangkah maju.

Simpulan

Menghafal Al-Quran adalah perjalanan yang mengubah kehidupan, dan dengan keyakinan yang tepat dan memberdayakan, kita dapat membuat perjalanan tersebut tidak hanya berhasil tetapi juga menyenangkan atas pertolongan Allah Subhanahu Wata’ala. Presuposisi NLP menawarkan panduan batin yang dapat membantu setiap penghafal Al-Quran untuk mengoptimalkan potensi hafalannya. Mulailah perjalanan dengan pikiran terbuka dan hati yang siap menerima, dan akan terkejut melihat seberapa jauh Anda bisa memperoleh pencapaian karunia-Nya. Selamat menghafal, dan semoga kita meraih keberkahan dalam setiap langkah, Aamiin.

Informasi Pendaftaran:

Bersama, wujudkan generasi Qur’ani yang gemilang! Bismillah!

Yadi Iryadi, S.Pd.
Pembina II Yayasan Karantina Tahfizh Al-Quran Nasional
Founder Metode Yadain Litahfizhil Qur’an
Licensed Practitioner of NLP

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

x  Powerful Protection for WordPress, from Shield Security
This Site Is Protected By
Shield Security