Memahami Is’tiadah: Memohon Perlindungan Diri

Is’tiadah adalah ucapan yang digunakan oleh seorang muslim untuk memohon perlindungan kepada Allah dari godaan Syaitan yang terkutuk. Dalam konteks Al-Qur’an, is’tiadah diucapkan sebelum membaca Al-Qur’an sebagai bentuk permohonan perlindungan kepada Allah SWT.

Frasa yang digunakan dalam is’tiadah adalah “أعوذ بالله من الشيطان الرجيم” yang artinya “Aku berlindung kepada Allah dari godaan Syaitan yang terkutuk”. Dalam artikel ini, kita akan menganalisis is’tiadah dari perspektif ilmu nahwu (sintaks) dan sharaf (morfologi) untuk memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang makna dan keindahan struktur bahasa Arab yang digunakan.

Analisis Nahwu (Sintaksis)

1. أعوذ (A’udzu): Kata ini berasal dari akar kata ع و ذ yang berarti mencari perlindungan. Dalam bentuknya, أعوذ adalah fi’il mudhari’ (kata kerja bentuk sekarang) yang menggunakan fa’il (pelaku) berupa dhamir yang tersembunyi, yaitu “أنا” (ana – saya). Ini menunjukkan aksi yang sedang berlangsung, yakni proses mencari perlindungan. Secara harfiah dapat diterjemahkan, “Aku sedang berlindung.”
2. بالله (billahi): Frasa ini terdiri dari dua bagian: حرف جر (harf jar – preposisi) “بِ” (bi-) yang berarti “dengan”, dan kata benda “الله” (Allah) yang berarti “Allah”. Gabungan keduanya mengindikasikan bahwa perlindungan yang dicari adalah dengan Allah, menunjukkan kebergantungan total kepada Allah SWT.
3. من الشيطان (min ash-shaytan): Terdiri dari “من” (min – dari), yang merupakan preposisi, dan “الشيطان” (ash-shaytan – syaitan), kata benda yang menunjukkan objek perlindungan yang dihindari, yaitu syaitan. Biasa diterjemahkan, “Dari (godaan) syetan”.
4. الرجيم (ar-rajim): Kata sifat “الرجيم” (ar-rajim) berarti “yang terkutuk” atau “yang diusir”. Ini digunakan untuk menjelaskan “الشيطان” (ash-shaytan), memberikan penekanan pada sifat syaitan yang terusir dari rahmat Allah. Biasa diterjemahkan, “yang terkutuk.”

Analisis Sharaf (Morfologi)

1. أعوذ: Bentuk kata kerja ini menunjukkan “saya atau aku” sebagai subjek yang melakukan aksi perlindungan. Penggunaan bentuk pertama orang tunggal menunjukkan pengalaman spiritual pribadi dalam mencari perlindungan.
2. بالله: Preposisi “بِ” (bi-) yang digabung dengan kata benda “الله” (Allah) menggunakan alif lam (ال) menunjukkan kekhususan dan penegasan dalam mencari perlindungan hanya kepada Allah, menunjukkan keunikan Allah sebagai tempat perlindungan.
3. من الشيطان الرجيم: Gabungan preposisi “من” dengan “الشيطان” dan sifat “الرجيم” menegaskan sumber bahaya yang spesifik dan karakteristiknya yang terkutuk, yang dari itu seorang muslim harus berlindung kepada Allah.

Pemahaman dan Makna

Is’tiadah bukan hanya ritual tetapi juga pengakuan akan kelemahan manusia dan kebutuhan mereka akan perlindungan dari kekuatan yang lebih tinggi, yaitu Allah SWT. Melalui analisis nahwu dan sharaf, kita dapat menghargai keindahan dan kedalaman bacaan ini, yang mengajarkan umat Islam untuk selalu mengingat Allah dalam menghadapi godaan dan kejahatan.

Artikel ini bertujuan untuk memperdalam pemahaman tentang struktur dan makna is’tiadah, membantu pembaca mengapresiasi kekayaan dan kehalusan bahasa Al-Qur’an, serta meningkatkan kesadaran spiritual umat Islam dalam beribadah dan membaca Al-Qur’an.

Dengan memahami dan merenungkan makna di balik is’tiadah, seorang muslim diingatkan untuk selalu memohon perlindungan kepada Allah SWT dari segala bentuk kejahatan dan godaan syaitan yang terkutuk, memulai pembacaan Al-Qur’an dengan hati yang bersih dan terlindungi.

Semoga Allah Subhanahu Wata’ala senantiasa melindungi kita semua dari godaan syetan yang terkutuk. Aamiin.

Yadi Iryadi, S.Pd.
Pembina II Yayasan Karantina Tahfizh Al-Qur’an Nasional
Founder Metode Yadain Litahfizhil Qur’an

Informasi dan pendaftaran

www.hafalquransebulan.com

WhatsApp https://wa.me/6281312700100