Pondok Pesantren Tahfizh dan Karantina Tahfizh, Lebih Bagus Mana?

Pondok Pesantren Tahfizh dan Karantina Tahfizh, Lebih Bagus Mana?

23 December 2019 Artikel 0
Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia. Sejarah Indonesia diwarnai dengan perjuangan kalangan santri dan kyai yang turut serta dalam pendidikan sehingga berhasil mencetak intelektual yang diispirasi dari Al-Qur’an. Aktivitas di pondok pesantren diwarnai dengan mempelajari, memahami, mendalami, menghayati dan mengamalkan ajaran agama Islam yang menekankan pada pentingnya adab keagamaan sebagai perilaku individu, keluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang berketuhanan yang Maha Esa (bertauhid).
Sebagai lembaga pendidikan tertua tentu saja telah melahirkan berbagai intelektual yang bukan hanya hafal Al-Qur’an melainkan pendalaman keilmuan Islam lainnya. Masa pendidikan yang panjang membuat kaum santri memiliki peluang waktu yang luas untuk mendalami ilmu-ilmu keislaman. Apabila dibandingkan dengan sistem karantina tahfizh Al-Qur’an tentu sangat jauh bandingannya sehingga pondok pesantren sebenarnya jauh memiliki keunggulan.
Berikut ini merupakan contoh perbandingan antara sistem pendidikan di pondok pesantren tahfizh dengan karantina tahfizh Al-Qur’an sistem akselerasi menghafal Al-Qur’an.
  • Pesantren Tahfizh itu sudah lebih dari karantina tahfizh sebab waktu belajar bisa 6 jam x 335 hari efektif x 3 tahun maka potensi belajar selama 6030 jam. Sementara itu jam belajar di karantina tahfizh hanya sebentar yaitu: 12 jam x 30 hari efektif sehingga diperoleh 360 jam belajar dalam waktu sebulan.
  • Pondok pesantren menerapkan sistem menghafal ziyadah dan muraja’ah secara langsung sementara program karantina tahfizh fokus pada ziyadah. Adapun jika mau muraja’ah di karantina tahfizh sampai mutqin perlu waktu ikut program karantina mutqin 3 bulan atau pilihan muraja’ah sambil kembali aktivitas sehari-hari.
  • Pondok pesantren tidak menerapkan sistem karantina tahfizh karena kyai/ustadz jika harus menyimak hafalan 12 jam per hari maka harus meninggalkan aktivitas bisnis/pekerjaan lain/mengajar pelajaran lain dan itu tidak mungkin dilakukan. Sementara itu karantina tahfizh menerapkan sistem menghafal Al-Qur’an 12 jam per hari karena waktu efektif belajar hanya sebulan dari total 35 hari yang ada.
  • Pondok pesantren menerapkan sistem menghafal Al-Qur’an yang metodenya diserahkan kepada masing-masing santri sehingga tidak ada standar metode khusus untuk menghafal Al-Qur’an toh waktu belajar cukup panjang ditambah lagi santri-santri sudah dibekali pengetahuan dan keterampilan bahasa Arab sehingga tidak ada kendala untuk tadabbur Al-Qur’an. Adapun peserta karantina tahfizh datang dari berbagai profesi, usia, dan latar belakang yang berbeda sehingga memerlukan metode khusus untuk tadabbur terjemah Al-Qur’an.
  • Pondok pesantren menerapkan tadabbur terjemah langsung dari Al-Qur’an (isim, fiil, huruf, dll.). Adapun karantina tahfizh menerapkan tadabbur dari terjemah Al-Qur’an yang kemudian dalam metode Yadain Litahfizhil Quran diringkas isinya menjadi tema bagian kiri dan kanan untuk menjawab siapa pelakunya?… sifat?… dan letak terjadinya?…
  • Sistem belajar Tahfizh Al-Qur’an yang terbaik yang bagaimana?… Semua bagus.
Uniknya sepulang dari karantina tahfizh Al-Qur’an banyak juga murid-murid yang tertarik untuk meneruskan belajar di pondok pesantren tahfizh Al-Qur’an.
 
Bukan hanya itu, pimpinan pondok pesantren pun banyak yang menyempatkan diri untuk muraja’ah di karantina tahfizh Al-Qur’an. Alhamdulillah semoga bermanfaat.
 
Informasi & pendaftaran
WhatsApp +6281312700100
Yadi Iryadi, S.Pd
Dewan Pembina Yayasan Karantina Tahfizh Al-Qur’an Nasional
Founder Metode Yadain Litahfizhil Quran

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

x  Powerful Protection for WordPress, from Shield Security
This Site Is Protected By
Shield Security