Nilai-Nilai Pancasila dalam Al-Qur’an

Nilai-Nilai Pancasila dalam Al-Qur’an

1 June 2020 Artikel 0
wisuda karantia tahfizl alquran nasional angkatan ke 40

Pancasila merupakan dasar negara yang Berketuhanan Yang Maha Esa. Nilai-Nilai Pancasila dalam Al-Qur’an yang terinspirasi dari pemikiran para ulama.

PANCASILA DASAR NEGARA

Berdasarkan tinjauan formal, Pancasila merupakan dasar negara sebagaimana tercantum dalam konstitusi Pembukaan UUD 1945, terdapat pada alinea keempat. Selain itu, Pancasila juga bereksistensi sendiri yang hakikat hukumnya berbeda dengan pasal-pasalnya sehingga pancasila menjadi norma dasar dalam hukum positif di Indonesia (Suadi, 2019: 263). Menurut Ruslan Abdul Gani (1977) dalam Suadi (2019) apabila dikaji berdasarkan historis sebenarnya Pancasila bukanlah originalitas ideologi Soekarno melainkan colective-ideologie dari seluruh bangsa Indonesia. Saat awal NKRI terbentuk masyarakat Indonesia mayoritas 90% menganut agama Islam sehingga Pancasila banyak bersumber dari inspirasi Al-Quran, Hadits, dan nilai-nilai budaya serta agama dan kepercayaan setempat berdasarkan the founding father Indonesia. Dihapusnya 7 kata pada sila pertama Piagam Jakarta merupakan hadiah umat Islam pada bangsa Indonesia.

Hubungan pancasila dengan Al Quran atau agama Islam tidak akan dipertentangkan karena Pancasila merupakan kesepakatan yang harus dilaksanakan sejak awal pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Indonesia terbentuk karena adanya kesepakatan bersama. Saat negara Indonesia ini terbentuk umat Islam mencapai 90% mayoritas pemeluknya sehingga memiliki saham yang besar dalam pembentukan sebuah negara. Akan tetapi, umat Islam sepakat untuk menjadikan Pancasila sebagai dasar negara, bhineka tunggal ika sebagai semboyan negara sehingga tercipta toleransi dan kehidupan harmonis dalam masyarakat Indonesia.

Pancasila adalah “dasar negara” Republik Indonesia. Itulah predikat yang tidak boleh diganti oleh siapa pun. Karena tercantum demikian dalam UUD’45. Pancasila bukan falsafah negara. Falsafah negara RI adalah “bhinneka tunggal ika.” Pancasila bukan pandangan hidup Bangsa Indonesia. Pandangan hidup Bangsa Indonesia adalah “gotong-royong.” Pancasila bukan ideologi negara RI. Ideologi negara RI adalah “Ketuhanan Yang Maha Esa.” Sesuai sila pertama Pancasila.

Pancasila merupakan nilai-nilai yang diambil dari ajaran Islam sehingga mustahil agama menjadi musuh Pancasila. Meskipun makalah ini membahas mengenai Pancasila yang nilai-nilainya terkandung dalam Al-Quran, Hadits dan ajaran agama Islam, tetapi tidak menuntut kemungkinan bahwa akan ada penulis lain yang memperkaya Pancasila dengan nilai-nilai yang juga terkandung di dalam kitab suci atau ajaran agama-agama yang diakui serta adat istiadat masyarakat di Indonesia.

Ustadz Tengku Zulkarnain yang menjabat sebagai Sekretaris MUI (Majelis Ulama Indonesia) dalam sebuah ceramahnya mengatakan, “Seandainya ada ungkapan bahwa agama musuh terbesar Pancasila maka manakah yang harus dibuang? Jika agama mau dibuang maka itu bertentangan dengan Pancasila sila Pertama.” Oleh karena itu, makalah ini menyajikan bukti bahwa nilai-nilai Pancasila terdapat dalam Al-Quran dan Hadits yang merupakan ajaran pokok umat Islam yang menginspirasi para pendiri bangsa kala itu yang mayoritas dari kalangan ulama.

Makalah ini ditulis secara singkat dan fokus hanya pada menampilkan ayat-ayat Al-Quran yang senada dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.

  1. Permasalahan
    1. Apa saja isi kandungan Pancasila yang nilai-nilainya terdapat pada Al-Quran?
    2. Mengapa setiap pemeluk agama di Indonesia sepakat dengan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia sehingga mustahil agama menjadi musuh terbesar Pancasila?
    3. Lalu siapakah musuh terbesar Pancasila menurut Pancasila itu sendiri?
  2. Manfaat
    1. Mengetahui nilai-nilai Pancasila yang terkandung dalam Al-Quran.
    2. Meningkatkan kesadaran bermasyarakat, berbangsa, bernegara dengan toleransi bhineka tunggal ika berdasarkan nilai-nilai Pancasila.
    3. Mewaspadai hal-hal yang dapat merusak nilai-nilai Pancasila.

SEJARAH PERUMUSAN PANCASILA

Pancasila berasal dari adanya proses penggalian kebudayaan bangsa yang kemudian dijadikan sebagai dasar dari hukum di Indonesia. Istilah Pancasila berasal dari kitab Nagarakartagama karya Empu Prapanca dan kitab Sutasoma yang dibuat oleh Empu Tantular, Pancasila memiliki dua pengertian, yaitu: (1) Berbatu sendi, yang lima; (2) Larangan melacur, mencuri, mabuk atau narkoba, minuman keras, dan judi. Filosofi Pancasila dari dua kata yaitu berasal dari bahasa Sanskerta yang mempunyai arti ‘panca’ yang artinya lima, sedangkan sila yang berarti prinsip atau dasar (Bo’a, 2019: 23).

Sejarah Pancasila, masa persiapan kemerdekaan, terbentuk BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau Dokuritsu Junbi Chousakar) dan dilanjutkan dengan PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Sidang BPUPKI dibuka 28 Mei 1945 dan mulai sidang pertamanya 29 Mei – 1 Juni 1945, kemudian sidang kedua 10-17 Juli 1945. Sedangkan PPKI baru bersidang tanggal 18, 19, dan 22 Agustus 1945 (sesudah Proklamasi).

Awalnya, pihak Jepang ingin adanya sidang-sidang BPUPKI ini, di mana 62 anggota panitianya berhak mengemukakan pendapatnya secara bebas, akan timbul friksi, perdebatan, dan pertentangan sengit yang berlarut-larut, sehingga menemui jalan buntu. Hal itu pun tersirat dari pernyataan Ichibangase, orang Jepang yang menjabat Wakil Ketua BPUPKI, yang setelah lahirnya UUD 1945, pada November 1945 menyatakan bahwa pihak Jepang semula percaya tema-tema dalam pembahasan UUD 1945 itu akan menimbulkan perdebatan sengit. Pihak Jepang kecewa karena sidang berjalan dengan lancar meskipun ada silang pendapat, mungkin karena pihak Jepang lupa menakar peran kepiawaian Bung Karno dalam sidang-sidangnya, terutama setelah pidato lahirnya Pancasila 1 Juni 1945 yang disepakati sebagai kunci pembuka untuk melahirkan Undang-undang Dasar (Alam: 2003: 153).

Rumusan Pancasila yang satu dengan rumusan yang lain ada yang berbeda namun ada pula yang sama. Secara berturut-turut akan dikemukakan rumusan dari Muh Yamin, Soepomo, Piagam Jakarta, Hasil BPUPKI, Hasil PPKI, UUD 1945 (Dekrit Presiden 5 Juli 1959), Versi berbeda, dan versi populer yang berkembang di masyarakat (Hamidi, 2010: 52). Pancasila merupakan hasil pemikiran para pendiri bangsa yang diantaranya sebagai berikut:

  1. Muhammad Yamin

Saat mengusulkan lima rancangan ide Muhammad Yamin tidak menggunakan teks melainkan secara langsung diucapkan sebagai berikut:

  • Peri Kebangsaan
  • Peri Kemanusiaan
  • Peri Kehutanan
  • Peri Kerakyatan
  • Kesejahteraan Sosial atau (keadilan sosial)

Adapun setelah melakukan pidato Muhammad Yamin menyampaikan usulnya tertulis di dalam UUD yang dirancang di dalam Rancangan Pembukaan UUD tersebut. Yang mempunyai lima rumusan tentang asas negara merdeka yang mempunyai isi sebagai berikut.

  1. Ketuhanan Yang Maha Esa
  2. Kebangsaan Persatuan Indonesia
  3. Rasa Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
  4. Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan Perwakilan
  5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
  1. Soepomo

Yang menyampaikan lima asas bagi negara republik Indonesia diantaranya:

  1. Persatuan
  2. Kekeluargaan
  3. Keseimbangan Lahir dan Batin
  4. Musyawarah
  5. Keadilan Rakyat
  1. Soekarno

Saat memberikan masukan tentang asas negara Indonesia, Ir.Soekarno juga menyumbangkan masukan antara lain sebagai berikut.

  1. Kebangsaan Indonesia
  2. Internasionalisme Atau juga Kemanusiaan
  3. Mufakat Atau juga Demokrasi
  4. Kesejahteraan Sosial
  5. Ketuhanan Yang Berkebudayaan

Sidang BPUPKI yang dilakukan pada tanggal 29 Mei 1945 – 1 Juni 1945 yang belum bisa menetapkan ketiga usulan serta rumusan dasar negara yang dijadikan sebuah dasar dalam negara Indonesia, dan kemudian dibentuklah sebuah panitia yang mempunyai anggota sembilan orang yang dikenal juga dengan sebutan Panitia Sembilan, anggota dari sembilan panitia tersebut adalah sebagai berikut.

  1. Ir. Soekarno, ketua yang juga merangkap anggota
  2. H. Agus Salim, sebagai anggota
  3. Mr. Ahmad Soebardjo, sebagai anggota
  4. Mr. Muhammad Yamin, sebagai anggota
  5. Drs. Mohammad Hatta, sebagai anggota
  6. Mr. AA. Maramis, sebagai anggota
  7. Kyai Hadi Wachid Hasyim, sebagai anggota
  8. Abdul Kahar Muzakkir, sebagai anggota
  9. Abikusno Tjokrosujoso, sebagai anggota

Dan pada tanggal 22 Juni 1945 anggota dari panitia sembilan, yang berhasil merumuskan sebuah naskah Rancangan Pembukaan Undang-Undang Dasar, dan kemudian lebih dikenal sebagai Piagam Jakarta atau (Djakarta Charter) yang mempunyai isi antara lain sebagai berikut.

  1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi  pemeluk-pemeluknya
  2. Kemanusiaan yang adil dan beradap
  3. Persatuan Indonesia
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
  5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dan berdasarkan perintah dari presiden No.12 tahun 1968 tanggal 13 April tahun 1968, mengenai rumusan masalah dalam dasar negara Indonesia serta tata cara penulisannya. Rumusan Pancasila yang benar atau (shahih) dan juga sah di mana tercantum di dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang ditetapkan dan juga disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 adalah Pancasila serta rumusan dari Pancasila antara lain.

  1. Ketuhanan Yang Maha Esa
  2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
  3. Persatuan Indonesia
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
  5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Seluruh sila dari Pancasila mengandung nilai-nilai bersama yang merepresentasikan perbedaan dan persamaan tanpa harus dipertentangkan dan tidak perlu dipertentangkan karena perbedaan tersebut telah disatukan dalam Bhineka Tunggal Ika. Selama masa pemikiran dan perumusan Pancasila dan Undang-Undang Dasar, para founding fathers terlibat secara serius dalam pergulatan dan pematangan dasar bersama tersebut agar dapat menyatukan masyarakat Indonesia yang majemuk. Dapat dibayangkan bahwa para founding fathers bergulat dalam proses yang diwarnai situasi dilematis, ketegangan, konflik, dan perselisihan untuk sampai pada sebuah kesimpulan menyangkut kesepakatan macam apa yang dapat merepresentasikan perbedaan-perbedaan yang ada di Indonesia. Nilai-nilai dasar yang terdapat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar tersebut membuktikan secara eksplisit bahwa para pendiri negeri ini telah bersepakat mendirikan Negara Indonesia di atas dasar kelima nilai tersebut. (Bolo, 2016: 27).

Pancasila 1 Juni

Pancasila 1 Juni

SILA PERTAMA : KETUHANAN YANG MAHA ESA

            Sila Ketuhanan Yang Maha Esa menjiwai seluruh sila lain di bawahnya. Sila ini mengandung nilai bahwa negara yang didirikan adalah perwujudan tujuan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Segala hal berkaitan dengan pelaksanaan dan penyelenggaraan negara bahkan moral negara. Moral penyelenggara negara, politik negara, pemerintah negara, hukum, dan peraturan perundang-undangan negara, kebebasan dan hak asasi warna negara harus dijiwai oleh nilai-nilai ketuhanan. Nilai ketuhanan merupakan nilai tertinggi dan bersifat mutlak. Kedudukan manusia harus diletakan dalam kerangka kedudukan manusia sebagai makhluk Tuhan. Oleh karena itu tidak ada tempat bagi paham ateisme. Demikian juga kebebasan akal manusia juga harus diletakan di bawah nilai ketuhanan, sehingga tidak ada tempat bagi kritik atas dasar akal terhadap nilai ke-Tuhanan Yang Maha Esa (Suadi, 2019: 264).

            Negara Indonesia mengakui Tuhan. Siapa saja yang tidak bertuhan, bukanlah warga Indonesia. Setiap agama dan kepercayaan memiliki sosok yang dianggap Tuhan dan saling menghormati satu dengan yang lainnya dengan toleransi dan tidak melakukan sinkretisme. Umat Islam menuhankan Allah Subhanahu Wata’ala sebagai Tuhan Yang Maha Esa.

Firman Allah:

قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ 

Artinya: “Katakan Allah itu Esa” (Q.S. Al-Ikhlas: 1).

Umat Islam tidak diperbolehkan memaksakan orang lain untuk memeluk agama Islam secara paksa melainkan hanya boleh dengan kesadarannya sendiri.

Firman Allah:

لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ

Artinya: “Tidak ada paksaan dalam (memilih) agama” (QS. Al-Baqarah: 256).     

Umat Islam juga diperintahkan untuk toleransi pada umat agama lain agar mereka beribadah dengan cara masing-masing tanpa melakukan sinkretisme.

Firman Allah:

لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ

Artinya: “Bagi kalian agama kalian, bagiku agamaku” (QS. Al-Kafirun: 6)

Eksistensi keberadaan Tuhan versi umat Islam terdapat pada firman Allah:

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

Artinya:  “Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha Mendengar dan Melihat” (QS. Asy Syura: 11).

Tuhan merupakan pemilik langit dan bumi dan pemilik kebijaksanaan dengan ilmu-Nya Maha Mengetahui.

ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ ٱلَّذِى لَهُۥ مَا فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَمَا فِى ٱلْأَرْضِ وَلَهُ ٱلْحَمْدُ فِى ٱلْءَاخِرَةِ ۚ وَهُوَ ٱلْحَكِيمُ ٱلْخَبِيرُ

Artinya: “Segala puji bagi Allah yang memiliki apa yang di langit dan apa yang di bumi dan bagi-Nya (pula) segala puji di akhirat. Dan Dia-lah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui” (QS. Saba: 1).

Keberadaan Allah dengan berbagai sifatnya bagi umat Islam hendaknya menjiwai seluruh sila pertama dalam Pancasila. Begitu pula umat lain sesuai dengan ajaran agamanya masing-masing namun harus tetap ber-Tuhan karena negara Indonesia berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

هُوَ ٱللَّهُ ٱلَّذِى لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ۖ عَٰلِمُ ٱلْغَيْبِ وَٱلشَّهَٰدَةِ ۖ هُوَ ٱلرَّحْمَٰنُ ٱلرَّحِيمُ

هُوَ ٱللَّهُ ٱلَّذِى لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ٱلْمَلِكُ ٱلْقُدُّوسُ ٱلسَّلَٰمُ ٱلْمُؤْمِنُ ٱلْمُهَيْمِنُ ٱلْعَزِيزُ ٱلْجَبَّارُ ٱلْمُتَكَبِّرُ ۚ سُبْحَٰنَ ٱللَّهِ عَمَّا يُشْرِكُونَ

هُوَ ٱللَّهُ ٱلْخَٰلِقُ ٱلْبَارِئُ ٱلْمُصَوِّرُ ۖ لَهُ ٱلْأَسْمَآءُ ٱلْحُسْنَىٰ ۚ يُسَبِّحُ لَهُۥ مَا فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ ۖ وَهُوَ ٱلْعَزِيزُ ٱلْحَكِيمُ

Artinya: “Dia-lah Allah Yang tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Yang Mengetahui yang gaib dan yang nyata, Dia-lah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Dia-lah Allah Yang tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Mengaruniakan keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki segala keagungan, Maha Suci, Allah dari apa yang mereka persekutukan. Dia-lah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang Mempunyai Nama-Nama Yang Paling baik. Bertasbih kepada-Nya apa yang ada di langit dan di bumi. Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (QS. Al-Hasyr: 22 – 24).

وَمَا مِنْ إِلَٰهٍ إِلَّآ إِلَٰهٌ وَٰحِدٌ ۚ

“Padahal sekali-kali tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Tuhan Yang Esa” (QS: Al-Maidah: 73).

SILA KEDUA : KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB

Sila kemanusiaan terkandung nilai-nilai bahwa negara, hak asasi manusia, menjunjung tinggi harkat dari martabat manusia sebagai makhluk yang beradab. Oleh karena itu, dalam kehidupan kenegaraan terutama dalam peraturan perundang-undangan tempatnya tujuan ketinggian harkat martabat manusia terutama hak-hak manusia sebagai hak dasar (hak asasi) harus dijamin dalam peraturan perundangan negara. Kemanusiaan yang adil dan beradab mengandung suatu nilai kesadaran moral dan tingkah laku manusia yang didasarkan pada potensi budi nurani manusia dalam hubungan dengan nilai dan norma kebudayaan pada umumnya, baik diri sendiri, terhadap manusia maupun terhadap lingkungannya. Nilai kemanusiaan yang beradab adalah perwujudan nilai kemanusiaan berbagai makhluk yang beragama, bermoral, dan berbudaya. Kemudian berikutnya nilai-nilai tersebut harus dijabarkan dalam segala aspek kehidupan (Suadi, 2019: 265).

Sebagai orang yang beriman atas eksistensi tuhan maka kita diperintahkan untuk berbuat adil sekalipun untuk kerabat tanpa membeda-bedakan. Hal ini berarti setiap orang harus sama di mata hukum.

 يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُونُوا۟ قَوَّٰمِينَ بِٱلْقِسْطِ شُهَدَآءَ لِلَّهِ وَلَوْ عَلَىٰٓ أَنفُسِكُمْ أَوِ ٱلْوَٰلِدَيْنِ وَٱلْأَقْرَبِينَ ۚ

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biar pun terhadap dirimu sendiri, ibu, bapak, dan kerabatmu” (QS. An-Nisa: 135).

Manusia diciptakan Allah dengan bentuk yang sebaik-baiknya maka alangkah baiknya memiliki rasa kemanusiaan yang adil dan beradab dalam setiap perbuatannya.

لَقَدْ خَلَقْنَا ٱلْإِنسَٰنَ فِىٓ أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ

Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya” (QS. At-Tin: 4).

وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِىٓ ءَادَمَ وَحَمَلْنَٰهُمْ فِى ٱلْبَرِّ وَٱلْبَحْرِ وَرَزَقْنَٰهُم مِّنَ ٱلطَّيِّبَٰتِ وَفَضَّلْنَٰهُمْ عَلَىٰ كَثِيرٍ مِّمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلًا

Artinya: “Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan” (QS. Al-Israa’: 70).

Indonesia memiliki keanekaragaman agama, budaya, suku sehingga satu dengan yang lain tidak boleh menghina. Saling menghormati satu sama lain maka akan tercipta kerukunan dalam berbagai perbedaan.

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّن قَوْمٍ عَسَىٰٓ أَن يَكُونُوا۟ خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَآءٌ مِّن نِّسَآءٍ عَسَىٰٓ أَن يَكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّ ۖ وَلَا تَلْمِزُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا۟ بِٱلْأَلْقَٰبِ ۖ بِئْسَ ٱلِٱسْمُ ٱلْفُسُوقُ بَعْدَ ٱلْإِيمَٰنِ ۚ وَمَن لَّمْ يَتُبْ فَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلظَّٰلِمُونَ

 “Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barang siapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim” (QS. Al-Hujurat: 11).

Hendaklah manusia itu saling tolong menolong dalam berbuat kebaikan yang memiliki nilai manfaat bagi setiap orang.

وَتَعَاوَنُوا۟ عَلَى ٱلْبِرِّ وَٱلتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا۟ عَلَى ٱلْإِثْمِ وَٱلْعُدْوَٰنِ ۚ 

Artinya: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (QS. Al-Maidah: 2).

Hendaknya manusia memberikan bantuan kepada manusia lain yang membutuhkan pertolongan tanpa mengharapkan pamrih maupun penghargaan. Semua itu dilakukan hanya karena Allah sebagaimana sila pertama dan sila ke dua yaitu karena kemanusiaan.

وَيُطْعِمُونَ ٱلطَّعَامَ عَلَىٰ حُبِّهِۦ مِسْكِينًا وَيَتِيمًا وَأَسِيرًا

إِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ ٱللَّهِ لَا نُرِيدُ مِنكُمْ جَزَآءً وَلَا شُكُورًا

Artinya: “Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan. Sesungguhnya Kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih” (QS. Al-Insan: 8-9).

SILA KETIGA : PERSATUAN INDONESIA

               Nilai yang terkandung di dalam sila ke-3 yaitu bahwa negara merupakan persekutuan tempat hidup bersama di antara elemen-elemen yang membentuk negara; suku, ras, kelompok, golongan maupun agama. Perbedaan di antaranya merupakan bawaan kodrat manusia dan juga merupakan ciri khas masing-masing elemen. Konsekuensi negara adalah beraneka ragam tetapi satu, mengikatkan diri dalam satu persatuan yang dilukiskan dalam suatu semboyan: “Bhinneka Tungal ika”. Negara memberikan kebebasan atas individu golongan, suku, ras, maupun agama untuk merealisasikan seluruh potensinya dalam kehidupan bersama yang bersifat integral (Suadi, 2019: 265).

               Manusia diciptakan bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar satu dengan yang lain saling mengenal, saling memahami, kemudian saling tolong menolong yang diikat dengan persatuan Indonesia.

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَٰكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَىٰ وَجَعَلْنَٰكُمْ شُعُوبًا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓا۟ ۚ

Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal” (QS. Al-Hujurat: 13).

Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara yang dipersatukan dalam perjanjian damai dalam UUD 1945 dan Pancasila juga Undang Undang di bawahnya. Apabila terjadi perselisihan diantara saudara seagama maupun saudara sebangsa maka hendaknya kembali dipersatukan atau damaikanlah secara adil. Firman Allah:

وَإِن طَآئِفَتَانِ مِنَ ٱلْمُؤْمِنِينَ ٱقْتَتَلُوا۟ فَأَصْلِحُوا۟ بَيْنَهُمَا ۖ فَإِنۢ بَغَتْ إِحْدَىٰهُمَا عَلَى ٱلْأُخْرَىٰ فَقَٰتِلُوا۟ ٱلَّتِى تَبْغِى حَتَّىٰ تَفِىٓءَ إِلَىٰٓ أَمْرِ ٱللَّهِ ۚ فَإِن فَآءَتْ فَأَصْلِحُوا۟ بَيْنَهُمَا بِٱلْعَدْلِ وَأَقْسِطُوٓا۟ ۖ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلْمُقْسِطِينَ

Artinya: “Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah; jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil” (QS. Al-Hujurat: 9).

Perselisihan terkadang terjadi, namun apabila semuanya berlandaskan Ketuhanan Yang Maha Esa; Kemanusiaan yang Adil dan Beradab maka semua itu dapat diselesaikan dengan mudah yaittu dengan mentaati pemerintah yang berlaku adil.

 أَطِيعُوا۟ ٱللَّهَ وَأَطِيعُوا۟ ٱلرَّسُولَ وَأُو۟لِى ٱلْأَمْرِ مِنكُمْ ۖ 

“Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu” (QS. An-Nisaa’: 59).

SILA KEEMPAT: KERAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH HIKMAT KEBIJAKSANAAN DALAM PERMUSYAWARATAN/PERWAKILAN

Sila kerakyatan terkandung nilai demokrasi yang secara mutlak harus dilakukan dalam kehidupan bernegara. Nilai-nilai demokrasi yang terkandung dalam sila keempat.

  1. Adanya perbedaan yang harus disertai tanggungjawab baik terhadap individu masyarakat maupun secara moral terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
  2. Menjunjung tinggi harkat dan martabat
  3. Menjadimn dan memperkukuh persatuan dan kesatuan hidup bersama
  4. Mengakui perbedaan individu, kelompok, ras, suku, agama karena perbedaan adalah kodrat manusia
  5. Mengakui adanya persamaan hak yang melekat pada setiap individu kelompok, ras, suku maupun agama.
  6. Mengarahkan perbedaan pada suatu kerja sama kemanusiaan yang adil dan beradab serta menjunjung tinggi asas musyawarah.
  7. Mewujudkan dan mendasarkan suatu keadilan dalam kehidupan sosial agar tercapainya tujuan bersama seterusnya nilai-nilai tersebut dikonkretkan dalam kehidupan bersama yaitu kehidupan kenegaraan baik menyangkut aspek moralitas kenegaraan, aspek politik, aspek hukum dan perundangan (Suadi, 2019: 266).

Hendaknya musyawarah lebih dikedepankan dibandingkan vooting.

وَأَمْرُهُمْ شُورَىٰ بَيْنَهُمْ وَمِمَّا رَزَقْنَٰهُمْ يُنفِقُونَ

Sedang urusan mereka diputuskan dengan musyawarah” (QS. Assyuro: 38).

Hendaknya di dalam majelis musyawarah kita berlapang untuk memberikan tempat kepada orang lain atau pihak lain yang juga ingin menyampaikan atau mendengar aspirasi di mejelis ilmiah maupun permusyawaratan.

يُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا۟ فِى ٱلْمَجَٰلِسِ فَٱفْسَحُوا۟ يَفْسَحِ ٱللَّهُ لَكُمْ ۖ

“Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majelis” (QS. Al-Mujaadilah: 11).

Pemerintah maupun masyarakat Indonesia demi menjaga Persatuan Indonesia maka tidak boleh mengadakan permusyawaratan yang bertujuan untuk berbuat dosa, permusuhan dan kedurhakaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

إِذَا تَنَٰجَيْتُمْ فَلَا تَتَنَٰجَوْا۟ بِٱلْإِثْمِ وَٱلْعُدْوَٰنِ وَمَعْصِيَتِ

“Apabila kamu mengadakan pembicaraan rahasia, janganlah kamu membicarakan tentang membuat dosa, permusuhan dan durhaka” (Q.S Al-Mujaadilah: 9).

SILA KELIMA: KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA

Sila keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia didasari dan dijiwai oleh sila pertama, kedua, ketiga, dan keempat. Dalam sila ini terkandung nilai yang merupakan tujuan negara sebagai tujuan dalam hidup bersama. Maka nilai yang harus terwujud dalam kehidupan bersama adalah keadilan yang didasari dan dijiwai oleh hakikat keadilan kemanusiaan. Yaitu hubungan manusia dengan dirinya sendiri, manusia dengan manusia lain, manusia dengan masyarakat, bangsa dan negara serta hubungan manusia dengan Tuhannya. Konsekuensi nilai keadilan yang harus terwujud yaitu 3 jenis keadilan sebagai berikut:

  1. distributif yaitu suatu hubungan keadilan antara negara terhadap rakyatnya.
  2. legal yaitu suatu hubungan keadilan antara warga negara terhadap negaranya.
  3. komunitatif yaitu hubungan keadilan antara warga negara satu dengan yang lainnya secara timbal balik.

Upaya mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia haruslah tercapai sebuah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan yang didasari oleh adanya persatuan Indonesia. Persatuan tersebut didasari oleh kemanusiaan yang adil dan beradab yang menjadi dasar segala pelaksanaannya adalah keyakinan terhadap ketuhanan yang Maha Esa. Di sinilah perwujudan manusia sebagai makhluk sosial yang religius dalam etika kehidupan berbangsa. Firman Allah berkaitan dengan keadilan sosial:

إِنَّ ٱللَّهَ يَأْمُرُ بِٱلْعَدْلِ وَٱلْإِحْسَٰنِ وَإِيتَآئِ ذِى ٱلْقُرْبَىٰ وَيَنْهَىٰ عَنِ ٱلْفَحْشَآءِ وَٱلْمُنكَرِ وَٱلْبَغْىِ ۚ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ

“Sesungguhnya Allah menyuruh manusia berlaku adil dan berbuat baik, memberi sedekah kepada kerabat, dan Allah melarang perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan” (QS. An-Nahl: 90).

Berbagi pada orang lain yang membutuhkan pertolongan merupakan upaya untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Hendaknya kekayaan tidak hanya dikuasai oleh orang-orang kaya saja melainkan orang yang dilebihkan rezekinya dapat berbagi untuk kepentingan sosial.

وَٱللَّهُ فَضَّلَ بَعْضَكُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ فِى ٱلرِّزْقِ ۚ فَمَا ٱلَّذِينَ فُضِّلُوا۟ بِرَآدِّى رِزْقِهِمْ عَلَىٰ مَا مَلَكَتْ أَيْمَٰنُهُمْ فَهُمْ فِيهِ سَوَآءٌ ۚ أَفَبِنِعْمَةِ ٱللَّهِ يَجْحَدُونَ

Artinya: “Dan Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebahagian yang lain dalam hal rezeki, tetapi orang-orang yang dilebihkan (rezekinya itu) tidak mau memberikan rezeki mereka kepada budak-budak yang mereka miliki, agar mereka sama (merasakan) rezeki itu. Maka mengapa mereka mengingkari nikmat Allah?” (QS. An-Nahl: 71).

Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dapat dilakukan dengan berbuat baik dengan cara menyantuni fakir miskin, anak yatim. Bahkan sebenarnya ini merupakan tanggung jawab negara untuk tidak menelantarkan mereka. Apabila pemerintah dan rakyat melakukan bakhil maka itu akan berakibat buruk pada negara. Firman Allah:

وَلَا يَحْسَبَنَّ ٱلَّذِينَ يَبْخَلُونَ بِمَآ ءَاتَىٰهُمُ ٱللَّهُ مِن فَضْلِهِۦ هُوَ خَيْرًا لَّهُم ۖ بَلْ هُوَ شَرٌّ لَّهُمْ ۖ

Artinya: “Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka (QS. Ali Imran: 180).

Sifat bakhil itu karena adanya pemborosan gaya hidup sehingga jika ingin tercipta keadilan sosial maka harus berupaya hidup sederhana namun sewajarnya saja. Firman Allah:

وَٱلَّذِينَ إِذَآ أَنفَقُوا۟ لَمْ يُسْرِفُوا۟ وَلَمْ يَقْتُرُوا۟ وَكَانَ بَيْنَ ذَٰلِكَ قَوَامًا

Artinya: “Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian” (QS. Al-Furqaan: 67).

Allah akan melipatgandakan rejeki karena masyarakat saling berbagi rejeki, lowongan pekerjaan, kesempatan berwirausaha sehingga roda perekonomian dapat berputar dengan cepat. Akibatnya setiap orang dapat memenuhi kebutuhan pokok dalam menjalani kehidupan sehari-hari.

مَّن ذَا ٱلَّذِى يُقْرِضُ ٱللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَٰعِفَهُۥ لَهُۥ وَلَهُۥٓ أَجْرٌ كَرِيمٌ

Artinya: “Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, maka Allah akan melipat-gandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan dia akan memperoleh pahala yang banyak” (QS. Al-Hadiid: 11).

وَفِىٓ أَمْوَٰلِهِمْ حَقٌّ لِّلسَّآئِلِ وَٱلْمَحْرُومِ

Artinya: “Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bahagian” (QS. Adz-Dzaariyaat: 19).

أَرَءَيْتَ ٱلَّذِى يُكَذِّبُ بِٱلدِّينِ فَذَٰلِكَ ٱلَّذِى يَدُعُّ ٱلْيَتِيمَ وَلَا يَحُضُّ عَلَىٰ طَعَامِ ٱلْمِسْكِينِ

Artinya: “Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin (QS. Al-Maa’uun: 1-3).

PENUTUP

Pancasila bersumber dari falsafah nilai-nilai yang hidup di masyarakat Indonesia yang berketuhanan sehingga tidak mungkin agama menjadi musuh Pancasila. Apabila dikaji lebih lanjut maka musuh Pancasila yang sesungguhnya bukanlah agama. Apabila dirinci maka Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila memiliki hubungan erat dengan agama dengan poin sebagai berikut (Suadi, 2019: 271):

  1. Negara Indonesia berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
  2. Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang berke-Tuhan-an Yang Maha Esa dan setiap warga negara memiliki kebebasan asasi untuk menjalankan ibadah sesuai dengan ajaran agama masing-masing.
  3. Ateisme dan Sekulerisme bertentangan dengan Pancasila.
  4. Meskipun bangsa Indonesia masyarakatnya majemuk tetapi tidak ada pertentangan antar suku, agama dan ras atau SARA karena sudah dipersatukan dengan Pancasila.
  5. Tidak ada tempat bagi yang memaksakan keyakinan kepada orang lain sebab perbedaanlah yang menyatukan bangsa Indonesia dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika.
  6. Masyarakat Indonesia menjalankan kehidupan dengan toleransi dengan keanekaragaman tanpa merendahkan satu dengan yang lainnya karena semuanya sama adil di mata hukum.
  7. Negara Indonesia pada hakikatnya merupakan berkat rahmat Allah Yang Maha Esa.

Setiap pemeluk agama dan kepercayaan yang resmi diakui oleh negara mengakui Pancasila sebagai dasar negara dan segala kebijakan negara harus berdasarkan Pancasila. Tidak ada pertentangan antara satu dengan yang lain tetap Bhineka Tunggal Ika. Apabila perbedaan ini disatukan maka itu akan terjadi konflik karena Indonesia bersatu berdasarkan perbedaan-perbedaan yang ada. Maka saling menghormati dan menghargai dengan toleransi, inilah yang menjadikan Indonesia menjadi lebih baik.

Demikian makalah Nilai-nilai Pancasila dalam Al-Qur’an yang senada dengan Pancasila. Apabila dikaji lebih lanjut sebenarnya masih banyak ayat-ayat lainnya untuk menguatkan bahwa mustahil agama menjadi musuh Pancasila. Tidak menutup kemungkinan bahwa masih banyak nilai-nilai luhur dari berbagai agama, suku, budaya lain yang belum mampu penulis hadirkan dalam makalah ini. Itu merupakan tugas kita bersama untuk memperkaya nilai-nilai Pancasila yang akan diimplementasikan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Yadi Iryadi, S.Pd
Mahasiswa Pascasarjana Calon Magister Hukum UGJ Cirebon
Pembina II Yayasan Karantina Tahfizh Al-Quran Nasional
www.hafalquransebulan.com

SUMBER BACAAN

Al-Quran Al-Karim dan terjemah Al-Quran Kementerian Agama Republik Indonesia

Al-Jihad, R. Saddam. 2018. Pancasila Ideologi Dunia Sintetis Kapitalisme, Sosialisme, dan
Islam
. Tangerang Selatan: Pustaka Alvabet.

Alam, Wawan Tunggul. 2003. Demi Bangsaku Pertentangan Bung Karno Vs Bung Hatta.
       Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Bo’a, Fais Yonas dan Sri Handayani. 2019. Memahami Pancasila. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Bolo, Andreas Boweng; dkk. 2016. Pancasila Kekuatan Pembebas. Yogyakarta: Kanisius

Hamidi, Jazim. 2010. Civic Education Antara Realitas Politik dan Implementasi Hukum. Jakarta:
       Gramedia Pustaka Utama.

Latif, Mukhtar. 2020. Orientasi Ke Arah Pemahaman Filsafat Ilmu. Jakarta: Prenadamedia Group.

Herdiawanto, Heri dkk. 2018. Spiritualisme Pancasila. Prenadamedia Group.

Mas’udi, Farid Masdar. 2013. Syarah UUD 1945 Perspektif Islam. Tangerang Selatan: Pustaka
       Alvabet.

Ronto. 2012. Pancasila Sebagai Ideologi dan Dasar Negara. Jakarta Timur: PT. Balai Pustaka
       (Persero).

Suadi, Amran. 2019. Filsafat Hukum Refleksi Filsafat Pancasila, Hak Asasi Manusia, dan Etika.
        Jakarta: Prenadamedia Group.

Wasitaatmaja, Fokky Fuad. 2018. Falsafah Pancasila Epistemologi Keislaman Kebangsaan.
       Depok: Prenadamedia Group.

 

Karantina Tahfizh Program Liburan Sekolah 2023

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *