Menghafal Al-Quran dengan Cara Dibaca dan Ditulis

Menghafal Al-Quran dengan Cara Dibaca dan Ditulis

9 June 2017 Artikel 0

Menghafal Al-Quran dengan Cara Dibaca dan Ditulis dalam Ingatan. Pada bagian akhir dipaparkan bahwa menghafal Al-Qur’an dapat dilakukan dengan membaca dan menulisnya di dalam hafalan. Hal ini terinspirasi dari wahyu Al-Qur’an ayat pertama yang diturunkan oleh Allah Swt. adalah ayat 1-5 pada surah Al-Alaq.

Pastikan membacanya dari awal hingga akhir karena mentadabburi ayat ini akan merasakan bagaimana perintah membaca dan menulis sebagai pembelajaran perantara Allah mengajarkan manusia dari apa yang sebelumnya belum diketahui menjadi tahu.

اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ

خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ

اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ

الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ

عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ

Artinya: “Bacalah dengan (menyebut) nama Rabbmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Rabbmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran qolam (pena). Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al ‘Alaq: 1-5).

Wahyu pertama saja langsung perintahnya adalah membaca sehingga terbuka keilmiahan perkembangan agama ini selanjutnya berdasarkan ilmu. Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam disuruh membaca wahyu atas nama Allah Subhanahu Wata’ala yang Maha Pencipta.

Alaqah merupakan perkembangan kedua setelah nutfah yaitu segumpal air yang telah berpadu dari sperma si laki-laki dengan ovum perempuan yang setelah 40 hari lamanya, yaitu air yang telah menjelma menjadi segumpal darah dan dari segumpal darah ini nantinya akan menjadi segumpal daging yakni Mudghah.

Nabi Muhammad bukanlah orang yang pandai membaca. Beliau buta huruf tak pandai menulis dan tidak pula pandai membaca yang tertulis. Jibril mendesak Nabi agar membaca bahkan sampai 3 kali memintanya untuk membaca.

Allah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya termasuk penciptaan manusia kemudian mengajarkan Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam yang tidak pandai membaca dan tidak pula mampu menulis kelak akan mampu membacakan wahyu Allah yang diturunkan kepadanya.

Wahyu ini dinamakan dengan Al-Qur’an. Perintah Allah bagi penghafal Al-Qur’an pertama di dunia yang dulunya tidak mampu membaca bahkan hanya terbuat dari segumpal darah kemudian atas qudrat dan iradat-Nya mampu membaca melalui hafalan yaitu “Bacalah dengan nama tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.” (QS. Al-Alaq: 1-2)

Perintah membaca berikutnya, “Bacalah! Dan Rabb engkau itu adalah Maha Mulia.” (QS. Al-Alaq: 3). Setelah sebelumnya beliau disuruh membaca di atas nama Allah yang menciptakan insan dari segumpal darah, diteruskan lagi menyuruhnya membaca di atas nama Tuhan/Rabb.

Sedang nama Tuhan yang selalu akan diambil jadi sandaran hidup itu ialah Allah Yang Maha Mulia, Maha Dermawan, Maha Kasih dan Sayang kepada Makhluk-Nya. Asmaul Husna merupakan nama-nama Allah yang baik dan biasa dipanggil digunakan untuk meminta sesuai dengan sebutan sifat-sifatnya. Mengapa di sini dikatakan asmaul Husna berupa Maha Mulia?… Hal ini bisa jadi karena orang yang membaca Al-Qur’an akan dimuliakan di sisi Rabb.

Telah diketahui bersama bahwa tradisi ilmuwan masa lalu sampai masa kini adalah dengan menulis. Surah Al-Alaq ayat 4 ini berbunyi, “Dia yang mengajarkan dengan qalam/pena/alat tulis.” (QS. Al-Alaq: 5).

Alat tulis berupa pena zaman dulu belum ada laptop, ipad adalah benda mati yang tidak mungkin mengajarkan apa-apa. Kemudian dengan menggunakan alat tersebut untuk menulis maka Allah mengajarkan ke dalam pikiran manusia untuk dituangkan dalam bentuk tulisan sehingga manusia memahami apa yang sebelumnya tidak diketahui. Firman Allah “Mengajari manusia apa-apa yang dia tidak tahu.” (QS. Al-Alaq: 5).

Susunan kelima ayat ini, sebagai ayat permulaan turun kita melihat dengan kata-kata singkat Rabb telah menerangkan asal-usul kejadian seluruh manusia yang semuanya sama, yaitu daripada segumpal darah, yang berasal dari segumpal mani kemudian mengajarkan dari yang belum tahu menjadi tahu.

Dalam ayat ini penilaian yang tertinggi pada kepandaian membaca dan menulis. Berkata Syaikh Muhammad Abduh dalam Tafsir Al-Qur’an Hakim: “Tidak didapat kata-kata yang lebih mendalam dan alasan yang lebih sempurna daripada ayat ini di dalam menyatakan kepentingan membaca dan menulis ilmu pengetahuan dalam segala cabang dan bahagianya. Dengan itu mula dibuka segala wahyu yang akan turun di belakang.”

Bagi para penghafal Al-Qur’an karena wahyu pertama adalah perintah membacanya maka baca saja sebanyak-banyaknya baik mengerti maupun tidak mengerti. Sebab kata Iqra maknanya adalah membaca. Sedangkan yatlunal kitaaba yaitu membaca dengan disertai pemahaman itu adalah tahapan berikutnya.

Menulis bagi penghafal Al-Qur’an bisa dilakukan menggunakan papan white board bisa juga menggunakan kertas dan pena. Sedangkan di karantina tahfizh menulis hafalan Al-Qur’an menggunakan imajinasi mushaf virtual di dalam memory pikiran.

Beberapa peserta bahkan mampu menghafal dengan “memotret” satu baris dalam 2 detik dan dihafal dengan lancar kurang dari 30 detik. Tentu saja kemampuan tajwid setiap orang berbeda-beda sehingga yang terpenting adalah adanya kemauan untuk belajar dan menulis hafalan di dalam memory pikiran.

Informasi dan pendaftaran hubungi 081 312 700 100
atau langsung daftar di www.hafalquransebulan.com

Yadi Iryadi, S.Pd.
Dewan Pembina Yayasan Karantina Tahfizh Al-Qur’an Nasional
Founder Metode Yadain Litahfizhil Qur’an

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *