Hindari Membanding Bandingkan

Hindari Membanding Bandingkan

28 July 2019 Artikel 0

Sungguh tidak adil membandingkan antara keburukan dengan kebaikan. Jika kebaikan bandingkanlah dengan kebaikan lainnya yang serupa. Atau jika keburukan maka bandingkanlah dengan keburukan yang serupa. Atau hindari membanding – bandingkan satu dengan yang lainnya. Kecuali jika hal itu serupa atau istilah kerennya aple to aple. Itu pun harus dipertimbangkan manfaat dan madharatnya.

Perbandingan antara kebaikan dengan kebaikan misalnya di bawah ini:

Apakah lebih baik pondok pesantren atau karantina tahfizh?…

Saya rasa ini perbandingan yang baik karena dua-duanya baik.

Menurut saya lebih baik pondok pesantren karena durasi belajar yang panjang sehingga santri bisa menghafal Al-Qur’an sekaligus mempelajari keilmuan lainnya. Akan tetapi, pondok pesantren rata-rata hanya bisa diikuti oleh usia pelajar dan mahasiswa. Sedangkan orang yang disibukkan dengan pekerjaan, aktivitas profesi, dan rumah tangga. Mereka tidak mungkin meluangkan waktu bertahun-tahun mondok di pondok pesantren.

Akan tetapi di karantina tahfizh, karena durasinya hanya sebulan maka dapat diikuti oleh siapa pun berbagai usia, pendidikan, maupun profesi. Tentu saja alumni karantina tahfizh harus muraja’ah sama seperti alumni pondok pesantren.

Bedanya alumni pondok pesantren itu lebih baik karena mereka sudah memuraja’ah hafalan selama di pondok. Sedangkan alumni karantina tahfizh harus memuraja’ah di rumah sambil aktivitas sehari-hari.Ketika saya ditanya mengenai metode terbaik untuk menghafal Al-Qur’an.

Maka saya jawab, metode terbaik menghafal Al-Qur’an yaitu metode yang dipraktikkan. Apapun metodenya itu baik selama menghasilkan hafalan Al-Qur’an dengan niat mendapatkan Ridha Allah Subhanahu Wata’ala.Santri pondok pesantren tahfizh biasanya sudah menguasai bahasa Arab sehingga mereka lebih mudah dalam menghafal Al-Qur’an disertai terjemah.

Sedangkan di karantina tahfizh memahami terjemah baru sebatas mengandalkan Al-Qur’an terjemah yang kemudian disederhanakan dalam metode Yadain Litahfizhil Qur’an.

Adapun jika metode yadain mau dipraktikkan maka diawali dengan kegiatan karantina menghafal Al-Qur’an sebulan kemudian muraja’ah seumur hidup. Semoga setelah karantina tahfizh lebih rajin membaca Al-Qur’an baik dari segi mempelajarinya, memahami, menghafalkan, mengajarkan, dan mendakwahkan Al-Qur’an dengan mengajak sebanyak-banyaknya orang untuk belajar Al-Qur’an di mana pun lembaganya.

Uniknya banyak juga alumni karantina tahfizh setelah khatam hafalan 30 juz kemudian mereka mampu memuraja’ah di pesantrennnya sebanyak 10 halaman per hari. Dan banyak pula alumni pondok pesantren yang kemudian muraja’ah 30 juz maupun menuntaskan hafalan kurang dari sebulan 30 juz di karantina tahfizh.

Peserta non santri jika pun sebulan sudah mendapatkan hafalan 5 juz, 10 juz, 15 juz itu pun sudah bagus dengan adanya kemauan untuk mempelajari dan menghafalkan Al-Qur’an.

Semua kemudahan datang dari Allah Subhanahu Wata’ala. Penuh rasa syukur padanya dengan senantiasa mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya semoga diberikan predikat manusia terbaik Aamiin.

Yadi Iryadi, S.Pd
Dewan Pembina Yayasan Karantina Tahfizh Al-Qur’an Nasional
Founder Metode Yadain Litahfizhil Qur’an
www.hafalquransebulan.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *